KabarMalaysia.com — Pernikahan seharusnya menjadi momen yang paling membahagiakan dalam hidup seseorang. Namun, bagi Ain (bukan nama sebenarnya), calon pengantin asal Malaysia, kenyataan berkata lain. Hanya sebulan sebelum hari pernikahan yang telah direncanakan matang, ia memutuskan untuk membatalkan acara yang sudah hampir 80 persen persiapannya selesai.
Keputusan Ain tidak datang dengan mudah. Ia mengaku telah berpikir panjang dan mempertimbangkan berbagai aspek sebelum akhirnya memilih untuk mengakhiri hubungan tersebut demi kebaikan dirinya sendiri.
“Sebenarnya, keputusan untuk meneruskan pernikahan itu bukan hal yang mudah. Saya sudah pikirkan dengan matang. Tapi akhirnya saya sadar saya tidak boleh bertahan dalam hubungan,” ungkap Ain dikutip dari mStar.
Alasan utama Ain membatalkan pernikahannya adalah ketidakmampuan calon suaminya untuk memikul tanggung jawab yang besar sebagai pasangan hidup dan kepala rumah tangga. Hal ini menimbulkan keraguan dan dilema dalam dirinya.
“Dia mungkin belum siap untuk bertanggung jawab baik sebagai pasangan, calon suami, maupun sebagai kepala rumah tangga,” jelasnya.
Lebih jauh, Ain juga merasakan ketidaksesuaian dalam hubungan mereka yang mencakup cara pasangan berinteraksi dengan orang sekitar. Menurutnya, tanda-tanda awal ketidakcocokan tersebut menjadi alasan kuat untuk tidak memaksakan diri menjalani hubungan yang bisa berujung pada kondisi toxic atau abusive.
“Jangan paksakan diri untuk terus berada dalam hubungan yang toxic atau abusive. Karena lama-lama, ia akan menguras mental dan fisik kamu sendiri. Percaya lah, jaga diri dan sayangi diri sendiri itu yang paling utama,” ucap Ain dengan nada sedih.
Mengingat persiapan pernikahan yang sudah sangat matang, Ain pun terpaksa melepas beberapa barang yang sudah dibeli. Salah satunya adalah sepasang baju pengantin yang ia pesan dari sebuah butik di Shah Alam, Selangor. Baju tersebut awalnya dibeli dengan harga RM265 (sekitar Rp 1,1 juta) dan berhasil dijual kembali seharga RM200 (sekitar Rp 769 ribu).
Selain baju, Ain juga menjual sepatu dan veil hijab dengan harga di bawah harga beli, agar bisa mendapatkan kembali sebagian uang yang telah dikeluarkan. Ia mengaku masih memiliki beberapa barang lain yang juga ingin dijual.
Keputusan ini telah didiskusikan dengan keluarga yang memberikan dukungan penuh, meski awalnya berat. Ain bahkan bercerita bahwa hubungan mereka sudah terjalin sejak masa Taman Kanak-Kanak, namun akhirnya ia tidak bisa mempertahankan harapan dan memilih untuk mengakhiri segalanya sebelum terlambat.
“Sebulan sebelum pernikahan, saya membuat keputusan ini. Keluarga pun sebenarnya sudah lama ingin membatalkan, cuma saat itu saya masih mencoba lagi kesempatan. Hingga akhirnya saya sendiri tidak bisa bertahan,” katanya.
Menariknya, calon suaminya pun menerima keputusan Ain tanpa keberatan, sehingga proses pembatalan berjalan lancar dan tanpa konflik. Walaupun sedih, Ain merasa lebih tenang dan bisa fokus membangun hidupnya kembali.
“Undangan pernikahan sudah disebar, jadi ibu dan ayah saya sendiri yang telepon kembali semua tamu dan mengatakan acaranya dibatalkan. Sedih memang, tapi saya rela. Ini lebih baik daripada saya teruskan sesuatu yang tidak pasti,” ujarnya.
Kini, Ain lebih memfokuskan diri pada pemulihan dan berusaha bangkit dari keterpurukan. Ia juga memohon kepada Sang Pencipta agar diberikan jodoh yang baik dan diridai.
“Setelah itu, saya merasa kehilangan arah. Tapi Allah beri jalan lain. Saya diberi kesempatan untuk umrah, dan saya menangis sepuas-puasnya di Raudah. Saya minta Allah pertemukan saya dengan jodoh yang baik dan diridai,” tutup Ain penuh harap.