KabarMalaysia.com — Pemerintah Malaysia secara resmi melarang dua perusahaan transportasi daring asal Rusia, Maxim dan InDrive, untuk beroperasi di wilayahnya. Keduanya dinyatakan telah melanggar sejumlah ketentuan hukum dan tidak mematuhi regulasi yang berlaku dalam industri angkutan penumpang berbasis aplikasi.
“Mulai 24 Juli, Maxim dan InDrive wajib menghentikan seluruh operasional mereka di Malaysia. Mereka memiliki hak untuk mengajukan banding, namun keputusan akhir berada di tangan saya,” tegas Anthony Loke, Menteri Transportasi Malaysia, dalam pernyataannya yang dikutip The Star, Minggu (18/5/2025).
Pelanggaran Hukum dan Regulasi
Menurut Badan Transportasi Umum Darat (APAD), dua perusahaan tersebut terbukti melanggar sejumlah ketentuan di bawah Undang-Undang Angkutan Darat Tahun 2010 (Pasal 715). Pelanggaran itu mencakup:
- Penggunaan pengemudi tanpa lisensi Kendaraan Layanan Publik (PSV) yang sah;
- Operasi kendaraan tanpa perlindungan asuransi e-hailing yang sesuai;
- Mengabaikan kewajiban pemeriksaan teknis kendaraan secara berkala;
- Pemanfaatan unit transportasi yang tidak terdaftar dalam sistem Izin Kendaraan E-hailing (EVP).
Komitmen Pemerintah: Regulasi Tegas, Keselamatan Prioritas
Anthony Loke menegaskan bahwa langkah ini merupakan bentuk komitmen pemerintah dalam menegakkan aturan secara setara terhadap semua pelaku industri transportasi, sekaligus menjaga keselamatan penumpang sebagai prioritas utama.
Penegakan hukum ini juga merupakan respons atas tekanan dari sektor dalam negeri. Pada 5 Mei 2025, Asosiasi Pengemudi E-Hailing Malaysia (PENGHANTAR) menggelar aksi protes dan menuntut penutupan Maxim dan InDrive, menuduh keduanya menjalankan operasional secara ilegal dan merugikan ekosistem transportasi yang sah.
Peta Persaingan Layanan E-Hailing di Malaysia
Di luar Maxim dan InDrive, saat ini terdapat lima perusahaan e-hailing utama yang beroperasi di Malaysia, yakni:
- Grab
- MyCar
- AirAsiaRide
- Bolt
- RYDE
Dari kelima nama tersebut, Grab tetap menjadi raksasa dominan di pasar lokal. Didirikan di Malaysia, Grab pernah disebut menguasai hingga 90% pangsa pasar layanan ride-hailing pada 2019, menjadikannya pemain terkuat baik dalam layanan angkutan penumpang maupun pengantaran barang.
Langkah tegas Malaysia dalam menutup akses bagi pemain yang tidak patuh ini sekaligus menjadi pesan kuat bahwa negara tidak akan berkompromi dengan aspek legalitas dan keselamatan publik, terlepas dari popularitas atau skala operasi perusahaan.