KabarMalaysia.com — Dinamika pasar otomotif di kawasan ASEAN menunjukkan kontras mencolok. Di tengah tren penurunan tajam yang dialami Indonesia dan Thailand, Malaysia justru mencatat lonjakan signifikan dalam penjualan kendaraan domestik selama beberapa tahun terakhir.
Data mencatat, penjualan mobil di Malaysia pada 2021 berada di angka 481.651 unit. Setahun berselang, jumlahnya melonjak menjadi 720.658 unit, dan terus meningkat pada 2023 hingga 799.731 unit. Puncaknya, tahun lalu penjualan kendaraan Negeri Jiran menembus 816.747 unit, meski jumlah penduduknya hanya sekitar 35 juta jiwa.
Kukuh Kumara, Sekretaris Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO), mengungkapkan bahwa capaian tersebut tak lepas dari keberlanjutan kebijakan stimulus saat pandemi yang masih dipertahankan oleh pemerintah Malaysia hingga kini.
“Jumlah penduduk Malaysia hanya 30 juta orang, tapi penjualannya tinggi. Karena mereka mempertahankan kebijakan masa pandemi yang belum dicabut. Ternyata, dampaknya signifikan terhadap pasar,” ungkap Kukuh dalam diskusi Forum Wartawan Industri (Forwin) bertajuk Menakar Efektivitas Insentif Otomotif, di Kementerian Perindustrian, Senin (19/5/2025).
Meski demikian, Kukuh menyebut pabrikan di Malaysia memberikan proyeksi konservatif tahun ini, yakni di kisaran 700 ribuan unit, sebagai bentuk antisipasi terhadap ketidakpastian global.
Sebaliknya, Indonesia dan Thailand menghadapi tekanan berat. Tahun lalu, Indonesia mencatat penjualan kendaraan sebesar 865 ribu unit, sementara Thailand yang biasanya mampu menjual 1 juta unit kini hanya mampu membukukan sekitar 562 ribu unit.
“Thailand justru paling terpukul. Padahal tak ada gejolak besar, tapi penurunannya drastis. Bahkan ada pabrikan seperti Suzuki yang menutup pabrik, termasuk sejumlah lini produksi dari Honda dan Subaru,” ujar Kukuh.
Kondisi ini memaksa Thailand untuk segera melakukan langkah strategis demi memulihkan iklim investasi di sektor otomotif. Pemerintah Negeri Gajah Putih kini semakin agresif menjalin komunikasi dengan prinsipal otomotif, terutama dari Jepang dan Korea Selatan.
“Kami mencatat, mereka saat ini sangat aktif mendekati prinsipal Jepang dan Korea. Saya sendiri sudah bertemu dengan perwakilan dari dua negara tersebut. Mereka menyarankan agar pabrikan Jepang dan Korea tetap mempertimbangkan Thailand sebagai basis investasi,” terang Kukuh.
Konstelasi ini menunjukkan betapa pentingnya peran kebijakan insentif jangka panjang, bukan hanya untuk memulihkan pasar domestik pascapandemi, tetapi juga untuk menjaga daya saing regional di tengah ketidakpastian global dan migrasi investasi yang semakin selektif.