KabarMalaysia.com — Perdana Menteri Malaysia, Anwar Ibrahim, melakukan kunjungan ke Moskow dan menggelar pertemuan dengan Presiden Rusia, Vladimir Putin, pada Kamis, 15 Mei 2025. Pembicaraan mereka mencakup sejumlah isu penting, termasuk insiden tragis penembakan pesawat Malaysia Airlines MH17 pada 2014 yang selama ini dituding melibatkan pihak Rusia.
Dalam pernyataan resmi usai pertemuan, Anwar menyampaikan bahwa Putin menyatakan kesediaannya untuk berkolaborasi dalam penyelidikan, dengan catatan proses tersebut dilakukan oleh lembaga yang dianggap independen menurut standar Rusia. “Dia (Putin) menegaskan tidak menolak kerja sama, namun tidak bisa menerima badan yang dinilai tidak netral oleh Rusia,” ungkap Anwar. Ia juga menekankan bahwa Moskow sejak awal menginginkan investigasi yang berlangsung secara “transparan dan adil.”
Anwar menegaskan komitmen Malaysia untuk terus memperjuangkan keadilan bagi keluarga korban MH17. “Kami bertekad memastikan akuntabilitas serta penyelesaian yang adil bagi para korban dan keluarga yang masih menanggung duka,” tegasnya.
Kasus MH17 bermula pada Juni 2014 ketika pesawat Boeing 777 milik Malaysia Airlines dengan kode penerbangan MH17 ditembak menggunakan rudal Buk buatan Rusia di wilayah timur Ukraina yang tengah dilanda konflik bersenjata. Pesawat tersebut sedang melakukan penerbangan dari Amsterdam menuju Kuala Lumpur. Dari total korban tewas, sebanyak 43 merupakan warga Malaysia, sedangkan mayoritas lainnya berasal dari Belanda dan Australia.
Pada November 2022, pengadilan di Belanda menjatuhkan vonis hukuman penjara seumur hidup kepada tiga milisi pro-Rusia yang dinyatakan terlibat dalam tragedi tersebut. Namun demikian, ketiganya belum diekstradisi ke Belanda karena penolakan dari Moskow.
Pertemuan antara Putin dan Anwar juga berlangsung beberapa hari setelah Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO) di bawah naungan PBB kembali menegaskan bahwa Rusia bertanggung jawab atas tragedi MH17. ICAO sebelumnya menyatakan bahwa Rusia gagal memenuhi kewajiban hukum internasional terkait insiden yang menewaskan 298 penumpang tersebut.
Negara Belanda dan Australia, yang juga mengalami kerugian atas korban warga mereka, secara tegas mendesak Rusia untuk bertanggung jawab dan memberikan kompensasi. Sementara Kremlin secara konsisten menolak klaim tersebut dan menyebutnya sebagai tuduhan yang “tidak objektif.”