KabarMalaysia.com — Presiden Republik Rakyat Tiongkok, Xi Jinping, dijadwalkan melakukan kunjungan resmi ke tiga negara Asia Tenggara pekan depan: Vietnam, Malaysia, dan Kamboja. Ini merupakan perjalanan luar negeri pertama Xi sepanjang tahun 2025, yang berlangsung di tengah meningkatnya ketegangan perdagangan antara Beijing dan Washington.
Kementerian Luar Negeri Tiongkok mengonfirmasi bahwa lawatan kenegaraan tersebut akan berlangsung mulai Senin, 14 April hingga Jumat, 18 April 2025. Kunjungan ini dipandang sebagai strategi diplomatik Beijing untuk mempererat hubungan regional serta menunjukkan ketangguhan dalam menghadapi tekanan tarif tinggi dari Amerika Serikat.
Hanoi Jadi Persinggahan Pertama
Presiden Xi akan memulai rangkaian kunjungannya di Hanoi, Vietnam, pada 14 hingga 15 April, atas undangan resmi Presiden Luong Cuong. Ini menjadi kali pertama Xi kembali menginjakkan kaki di ibu kota Vietnam sejak kunjungannya pada Desember 2023.
Vietnam selama ini dikenal dengan strategi “diplomasi bambu”—pendekatan luwes namun penuh perhitungan dalam menjaga keseimbangan relasi antara dua kekuatan besar: China dan Amerika Serikat. Di balik hubungan yang tampak bersahabat, Hanoi tetap menyimpan kegelisahan atas langkah agresif Beijing di wilayah sengketa Laut China Selatan.
Kendati demikian, keterkaitan ekonomi kedua negara tetap erat. China merupakan salah satu investor utama di Vietnam, memperkuat ketergantungan ekonomi meskipun tensi geopolitik terus membayangi.
Berlanjut ke Malaysia dan Kamboja
Usai kunjungan ke Vietnam, Xi akan melanjutkan lawatan kenegaraannya ke Malaysia pada 15–17 April. Pemerintah Malaysia menyambut kunjungan ini sebagai bagian penting dalam memperkuat kemitraan dagang strategis dengan Tiongkok. Kunjungan tersebut dipandang mampu mendorong momentum kerja sama bilateral yang selama ini telah tumbuh secara signifikan.
Pada 17 April, Presiden Xi dijadwalkan tiba di Phnom Penh, Kamboja. Relasi antara Beijing dan Phnom Penh telah terjalin erat selama beberapa dekade, terutama sejak era kepemimpinan Hun Sen, ayah dari Perdana Menteri saat ini, Hun Manet. China telah menanamkan investasi bernilai miliaran dolar AS di berbagai proyek infrastruktur Kamboja, menjadikan negeri itu sebagai mitra utama Beijing di Asia Tenggara.
Pemerintah Kamboja menyebut lawatan Xi sebagai “penanda penting” dalam mempererat hubungan historis antara kedua negara. Sementara itu, hubungan Phnom Penh dengan Washington justru merosot dalam beberapa tahun terakhir, memberikan ruang lebih besar bagi Beijing untuk memperkuat pengaruhnya.
Konstelasi Perdagangan Global Jadi Latar Belakang
Lawatan ini berlangsung dalam konteks perdagangan global yang tengah bergolak. Negara-negara Asia Tenggara seperti Vietnam, Malaysia, dan Kamboja kini merasakan dampak dari kebijakan tarif tinggi yang diterapkan Amerika Serikat. Vietnam dikenai tarif hingga 46 persen, Kamboja 49 persen, dan Malaysia 24 persen.
Beberapa negara mulai menjalin komunikasi dengan pihak Washington untuk menegosiasikan pelonggaran beban tarif tersebut. Namun di tengah ketidakpastian, Beijing justru memanfaatkan celah ini untuk memperkokoh solidaritas regional melalui pendekatan yang konsisten dan intensif.
Dalam beberapa pekan terakhir, Menteri Perdagangan Tiongkok Wang Wentao mengadakan serangkaian pertemuan virtual dengan para mitra dari Uni Eropa, Malaysia, Arab Saudi, hingga Afrika Selatan. Sementara itu, Perdana Menteri Tiongkok Li Qiang turut menjalin komunikasi diplomatik dengan Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen, menekankan pentingnya menegakkan sistem perdagangan global yang adil, inklusif, dan setara.
Kunjungan Xi ke Asia Tenggara menjadi sinyal kuat bahwa Beijing tak tinggal diam dalam menghadapi tekanan eksternal—melainkan aktif memperluas pengaruhnya di halaman depan kawasan Asia.