KABARMALAYSIA.COM — Kepolisian Diraja Malaysia (PDRM) bekerja sama dengan Departemen Lingkungan (DOE) berhasil mengungkap operasi pemrosesan limbah elektronik ilegal (e-waste) dalam skala nasional. Dalam operasi yang berlangsung sejak 1 Januari 2024 hingga 17 Februari 2025 ini, pihak berwenang menyita limbah elektronik senilai RM3.8 miliar dan menangkap 538 individu, termasuk anak-anak berusia dua tahun.
Direktur Departemen Keamanan Dalam Negeri dan Ketertiban Umum Bukit Aman, Datuk Seri Azmi Abu Kassim, mengungkapkan bahwa penyitaan tersebut mencakup timbangan industri dan peralatan pemrosesan timah yang digunakan dalam kegiatan ilegal tersebut. Operasi ini melibatkan berbagai unit kepolisian, termasuk Pasukan Gerakan Am, Biro Kejahatan Satwa Liar/Intelijen Investigasi Khusus, Polisi Marin, Unit Simpanan Federal (FRU), serta DOE.
Dalam operasi ini, 90 kasus telah diungkap, dengan tersangka yang berusia antara dua hingga 60 tahun. “Operasi ini dibagi dalam tiga fase, dengan fase pertama berlangsung dari 1 Januari 2024 hingga 14 Februari 2025, fase kedua yang dikenal sebagai Op Hazard dilakukan pada 15 Februari, dan fase ketiga dari 16 hingga 17 Februari,” jelas Azmi dalam konferensi pers di Bukit Aman.
Turut hadir dalam konferensi pers tersebut, Direktur Jenderal DOE, Datuk Wan Abdul Latiff Wan Jaffar.
Dalam fase kedua, yakni Op Hazard, pihak berwenang berhasil menyita limbah elektronik senilai RM2.68 miliar dengan berat mencapai 22,9 juta kilogram. Operasi ini juga mengamankan 246 individu serta menyita berbagai fasilitas dan peralatan pemrosesan, seperti mesin pengolahan, minyak, plastik, blok pemanas, serta kendaraan dengan nilai total RM179.8 juta.
Azmi menegaskan bahwa semua individu yang ditahan akan diselidiki lebih lanjut dan dapat menghadapi tuntutan berdasarkan beberapa peraturan, termasuk By-Laws on Licensing of Trades, Businesses and Industries, Environmental Quality Act 1974, serta Immigration Act 1959/63.
“PDRM akan terus melakukan investigasi guna mengidentifikasi dalang utama dari operasi e-waste ilegal ini, terutama warga negara asing yang bertindak sebagai pemilik dan operator pabrik-pabrik ilegal,” tambahnya.
Menurut Azmi, pabrik daur ulang yang digerebek dalam operasi ini terdaftar atas nama warga lokal Malaysia, tetapi sebenarnya dikelola oleh warga negara China dengan menggunakan sistem proxy. Mereka memisahkan bahan berbahaya dari logam berharga tanpa memiliki lisensi resmi dari DOE.
“E-waste mengandung logam berharga seperti emas, perak, tembaga, platinum, dan paladium yang memiliki nilai ekonomi tinggi dalam proses daur ulang. Setelah diproses, logam tersebut dilebur menjadi batangan besi, timah, dan tembaga sebelum diekspor ke luar negeri,” jelasnya.
Penegakan hukum ini diharapkan dapat mengurangi peran Malaysia sebagai pusat pembuangan limbah elektronik ilegal dari berbagai negara serta memberikan efek jera bagi para pelaku bisnis e-waste ilegal di negara ini.