KABARMALAYSIA.COM — Pelatih kepala ganda putra tim nasional Malaysia, Herry Iman Pierngadi, secara terbuka mengakui bahwa kiprah anak asuhnya di ajang prestisius All England 2025 berakhir dengan kegagalan.
Turnamen yang berlangsung di Birmingham, Inggris, itu menjadi ujian awal yang berat bagi Herry IP, pelatih legendaris asal Indonesia, yang baru resmi menangani sektor ganda putra Badminton Association of Malaysia (BAM) sejak Februari lalu. Seluruh pasangan yang berada di bawah naungan BAM harus mengakhiri langkah mereka di babak pertama.
Tiga pasangan yang dimaksud adalah juara dunia 2022 Aaron Chia/Soh Wooi Yik, pasangan muda Man Wei Chong/Tee Kai Wun, serta pasangan debutan Wan Arif Wan Junaidi/Yap Roy King. Ketiganya tersingkir dalam pertandingan pertama masing-masing, membuat Malaysia tanpa wakil di sektor ganda putra sejak hari pertama turnamen.
Dalam sesi wawancara setelah latihan tim di Akademi Badminton Malaysia, Bukit Kiara, Herry tak menutupi kekecewaannya. Ia bahkan menyebut hasil ini sebagai salah satu penampilan terburuk dalam karier kepelatihannya.
“Ini memang salah satu hasil terburuk dalam karier saya. Tapi saya tak bisa menyalahkan pemain sepenuhnya. Proses adaptasi masih berjalan, dan mereka perlu waktu untuk menyesuaikan dengan gaya permainan yang saya terapkan,” ujar Herry IP kepada awak media, Jumat (14/3).
Kekalahan pasangan utama Malaysia, Aaron Chia dan Soh Wooi Yik, menjadi sorotan utama. Pasangan peringkat 5 dunia itu tumbang dari duet Denmark, Rasmus Kjaer dan Frederik Sogaard, dalam pertandingan tiga gim: 16-21, 21-16, 18-21. Herry menjelaskan bahwa Aaron belum pulih sepenuhnya dari cedera tangan yang dialaminya sejak akhir tahun lalu, yang memengaruhi penampilannya di lapangan.
“Aaron masih ada masalah dengan tangannya. Belum sembuh 100 persen. Selain itu, dia lebih sering bermain di depan daripada di belakang, yang bukan gaya biasanya. Apapun alasannya, mereka kalah,” ungkap Herry dengan nada prihatin.
Aaron biasanya dikenal sebagai pemain yang dominan di area belakang, dengan pukulan smes yang kuat. Namun dalam pertandingan tersebut, ia terlihat lebih banyak mengambil peran netting, yang justru mereduksi kekuatannya sebagai finisher.
Sementara itu, pasangan Man Wei Chong dan Tee Kai Wun juga tampil di bawah standar. Mereka terlihat tidak mampu keluar dari pola permainan lawan dan akhirnya menyerah kepada pasangan China, He Ji Ting dan Ren Xiang Yu, dengan skor telak 15-21, 8-21.
Menurut Herry, kekalahan mereka lebih disebabkan oleh kurangnya inisiatif dan kegagalan menjaga tempo permainan.
“Mereka seperti mengikuti irama lawan. Tidak ada kontrol pertandingan dari mereka. Padahal secara teknis mereka punya potensi besar,” jelas pelatih yang pernah membawa ganda putra Indonesia berjaya di berbagai turnamen besar ini.
Sementara itu, pasangan muda Wan Arif dan Roy King, yang tampil untuk pertama kalinya di ajang sebesar All England, juga tak mampu mengendalikan emosi mereka di lapangan. Mereka harus mengakui keunggulan pasangan Tiongkok Huang Di dan Liu Yang dalam pertarungan tiga gim: 21-18, 16-21, 21-17.
“Mereka terlalu gugup, emosional, dan tidak bisa bermain dengan tenang. Tapi wajar karena ini pengalaman pertama mereka di panggung sebesar All England,” tutur Herry.
Herry IP, yang sebelumnya sukses menangani pasangan-pasangan elite Indonesia seperti Hendra Setiawan/Mohammad Ahsan dan Marcus Gideon/Kevin Sanjaya, menegaskan bahwa masa depan ganda putra Malaysia masih panjang. Ia berencana melakukan evaluasi menyeluruh bersama asisten pelatih Muhammad Miftah sekembalinya tim dari Inggris.
“Kami akan evaluasi performa secara objektif. Kami perlu waktu dan kepercayaan untuk membentuk pola permainan yang solid. Saya yakin, dengan kerja keras dan disiplin, hasil akan datang,” ujarnya optimis.
Sebagai catatan tambahan, Herry tidak mendampingi para pemain langsung di Birmingham karena mengalami kendala visa, yang menyebabkan dirinya harus memantau dari Malaysia. Situasi ini, menurut beberapa pengamat, juga bisa berpengaruh terhadap performa para pemain, mengingat pentingnya kehadiran pelatih dalam memberikan strategi dan motivasi saat pertandingan berlangsung.
Kegagalan ini menjadi tamparan keras bagi BAM, yang menargetkan medali emas dari sektor ganda putra pada Olimpiade Paris 2024 mendatang. Meskipun jalan masih panjang, performa di All England dianggap sebagai tolok ukur kesiapan atlet menjelang kejuaraan-kejuaraan besar.
Namun, Herry tetap menegaskan bahwa proses pembinaan tidak bisa instan. “Saya baru satu bulan di sini. Semua butuh waktu. Kami akan terus bekerja keras,” pungkasnya.