KabarMalaysia.com – KUALA LUMPUR, Lebih dari 122.000 warga di beberapa negara bagian utara Malaysia terpaksa meninggalkan rumah akibat banjir besar yang dipicu hujan deras berkepanjangan, menurut pejabat penanggulangan bencana Pada Hari Selasa (03/12/2024).
Jumlah pengungsi ini telah melampaui rekor 118.000 orang yang tercatat selama salah satu banjir terburuk pada 2014, dan situasi diprediksi semakin memburuk karena hujan belum menunjukkan tanda-tanda berhenti.
Menurut laporan Badan Penanggulangan Bencana Nasional Malaysia, negara bagian Kelantan menjadi wilayah yang paling terdampak, menyumbang 63 persen dari total pengungsi.
Sementara itu, hampir 35.000 warga dievakuasi di Terengganu, dengan sisanya tersebar di tujuh negara bagian lainnya.
Jumlah korban meninggal sejauh ini mencapai empat orang, masing-masing berasal dari Kelantan, Terengganu, dan Sarawak. Hujan deras yang mulai turun sejak awal pekan menyebabkan banyak jalanan terendam air setinggi pinggul di kota Pasir Puteh, Kelantan.
Zamrah Majid (59), seorang petugas kebersihan sekolah, mengungkapkan bahwa banjir sudah mencapai koridor rumahnya.
“Air hanya tinggal dua inci lagi masuk ke dalam rumah saya,” katanya kepada media. Meski air masih dangkal di beberapa lokasi, ia khawatir jika air terus naik, hal ini akan membahayakan keluarganya, terutama cucu-cucunya.
Lain halnya dengan Muhammad Zulkarnain (27), warga Pasir Puteh lainnya, yang menyatakan bahwa lingkungannya terisolasi akibat akses jalan yang terputus.
“Untungnya, kami menerima bantuan dari organisasi non-pemerintah (LSM) berupa makanan seperti biskuit, mie instan, dan telur,” katanya.
Banjir musiman di Malaysia, yang kerap terjadi selama musim hujan timur laut dari November hingga Maret, memaksa ribuan personel darurat dikerahkan untuk membantu warga terdampak.
Wakil Perdana Menteri Ahmad Zahid Hamidi, yang memimpin Komite Penanggulangan Bencana Nasional, mengatakan bahwa tim penyelamat telah dilengkapi dengan perahu, kendaraan empat roda, dan helikopter untuk menjangkau wilayah-wilayah terdampak.
Meski demikian, beberapa warga mengeluhkan lambannya distribusi bantuan. Zamrah, misalnya, mengaku belum mendapatkan bantuan apa pun dari pemerintah sejauh ini.
“Kami berharap ada lebih banyak upaya untuk membantu kami yang berada di wilayah-wilayah terpencil,” ujarnya.
Banjir tahunan ini tidak hanya mengancam keselamatan warga tetapi juga memberikan dampak ekonomi yang signifikan. Banyak aktivitas perekonomian terhenti, terutama di daerah pedesaan yang menjadi pusat pertanian.
Beberapa ahli lingkungan juga menyoroti dampak perubahan iklim yang memperburuk intensitas dan frekuensi bencana alam seperti ini di kawasan Asia Tenggara.
Ahli cuaca setempat memperingatkan bahwa hujan diperkirakan akan terus mengguyur hingga beberapa hari ke depan, meningkatkan risiko banjir lebih luas. Oleh karena itu, pemerintah mendesak warga untuk tetap waspada dan mematuhi instruksi evakuasi demi keselamatan.
Di tengah situasi sulit, solidaritas antarwarga tetap terlihat. Banyak LSM dan sukarelawan bekerja sama untuk memberikan bantuan kepada warga yang terjebak di rumah mereka.
Pemerintah juga berjanji mempercepat distribusi bantuan ke wilayah-wilayah yang sulit dijangkau.
Sementara itu, para pengungsi berharap situasi ini segera membaik agar mereka bisa kembali ke rumah masing-masing dan memulai proses pemulihan pascabencana.
“Kami semua hanya ingin air segera surut dan semuanya kembali normal,” kata Muhammad Zulkarnain dengan nada penuh harap.
Dengan jumlah pengungsi yang terus bertambah dan hujan deras yang belum mereda, banjir besar di Malaysia ini menjadi pengingat akan pentingnya kesiapsiagaan menghadapi bencana alam, terutama di tengah perubahan iklim yang semakin nyata.
Pemerintah dan masyarakat diharapkan terus bahu-membahu untuk mengatasi krisis ini demi melindungi nyawa dan meminimalkan kerugian yang lebih besar.