KabarMalaysia.com – Donald Trump mencatatkan kemenangan besar dalam Pemilu Presiden Amerika Serikat 2024, mengalahkan Kamala Harris yang berambisi menjadi presiden perempuan pertama AS.
Trump, yang kehilangan kursi kepresidenan pada 2020 dari Joe Biden, kini kembali menempati Gedung Putih setelah meraih 277 electoral vote, melewati ambang batas 270 untuk dinyatakan sebagai pemenang (06/11/2024).
Harris, di sisi lain, hanya mampu meraih 224 electoral vote, meskipun diperkirakan memperoleh tambahan 4 electoral vote dari Maine, yang hanya membuat total perolehan suaranya menjadi 228.
Trump meraih kemenangan signifikan di beberapa negara bagian yang dikenal sebagai swing states, termasuk Georgia, North Carolina, Pennsylvania, dan Wisconsin. Tak hanya itu, ia juga berada di ambang kemenangan di negara bagian penting lainnya seperti Michigan, Nevada, Arizona, dan Alaska.
Keberhasilan ini membuat Trump kembali mencatatkan sejarah sebagai presiden kedua dalam sejarah AS, setelah Grover Cleveland pada 1888, yang berhasil merebut kembali kursi kepresidenan setelah kalah dalam pemilu sebelumnya.
Selain itu, Trump juga mencatat kemenangan dalam perolehan suara rakyat (popular vote), dengan sekitar 70,8 juta suara dibandingkan 65,9 juta suara yang diperoleh Kamala Harris.
Hal ini berbeda dengan Pemilu 2016, di mana Hillary Clinton berhasil meraih lebih banyak suara rakyat daripada Trump, tetapi kalah dalam perolehan electoral vote.
Kemenangan Trump di Pemilu 2024 bukan hanya memastikan kembalinya dia ke Gedung Putih, tetapi juga memberikan momentum kuat bagi Partai Republik.
Sampai pukul 17.30 WIB, Partai Republik sudah berhasil mengamankan minimal 51 kursi di Senat, memastikan mayoritas di majelis tinggi, dan tinggal 18 kursi lagi untuk menguasai Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Dominasi legislatif ini diperkirakan akan memberikan Trump pemerintahan yang lebih stabil dan lancar dibandingkan periode sebelumnya, yang sering kali terganggu oleh ketegangan politik dengan DPR yang dipimpin Demokrat.
Sukses ini juga memperlihatkan ketidakakuratan prediksi berbagai jajak pendapat sebelum pemilu, yang memproyeksikan persaingan ketat antara Trump dan Harris.
Kenyataannya, Trump berhasil meraih keunggulan baik dalam electoral vote maupun popular vote, mengantarkan Partai Republik menuju dominasi di tingkat eksekutif dan legislatif.
Hasil ini juga mencerminkan kekalahan telak bagi Partai Demokrat, yang diwakili Kamala Harris. Harris bahkan tampil lebih buruk dari Hillary Clinton dalam pemilu 2016, meskipun Clinton kalah dari Trump, namun ia mampu meraih lebih banyak popular vote dibanding Trump pada saat itu. Clinton memperoleh 227 electoral vote, sementara Harris hanya 224.
Kekalahan Kamala Harris menimbulkan pertanyaan penting mengenai kesiapan Amerika Serikat untuk dipimpin oleh seorang perempuan. Seperti halnya Clinton pada 2016, Harris dihadapkan pada kesulitan besar dalam meraih suara dari pemilih laki-laki.
Jajak pendapat sebelum pemilu menunjukkan mayoritas pemilih pria lebih cenderung memilih Trump. Akhirnya, Harris harus menghadapi realitas bahwa Amerika, untuk kedua kalinya, belum siap memiliki presiden perempuan.
Dengan kemenangan yang meyakinkan dan dukungan kuat di legislatif, Trump kini memiliki peluang lebih besar untuk melaksanakan agendanya dibandingkan dengan masa jabatan pertamanya.
Trump menjanjikan berbagai program ambisius, mulai dari membangun kembali ekonomi terbesar dalam sejarah, memperkuat keamanan perbatasan, memperjuangkan perdagangan yang adil untuk pekerja Amerika, hingga mengembalikan dominasi energi AS.
Namun, tantangan masih tetap ada. Meski posisi Trump lebih kuat dengan dukungan mayoritas di parlemen, ia harus bisa memenuhi janji-janji tersebut dalam empat tahun ke depan.
Trump juga perlu menghindari polarisasi yang parah seperti yang terjadi pada masa jabatan pertamanya, yang sering kali diwarnai oleh perpecahan politik dan sosial yang tajam.
Jika Trump mampu menjalankan pemerintahannya dengan efektif, maka Pemilu Sela 2026 bisa menjadi momen penting untuk memperkuat kekuasaan Partai Republik.
Namun, jika pemerintahan keduanya tidak berhasil memenuhi ekspektasi rakyat, Trump berisiko menghadapi perlawanan dalam dua tahun terakhir pemerintahannya, seperti yang terjadi dalam paruh akhir periode pertamanya.
Kini, dengan dukungan dari parlemen yang didominasi Partai Republik serta Mahkamah Agung yang juga berisi mayoritas hakim konservatif, Trump memiliki peluang besar untuk mewujudkan visinya bagi Amerika.
Meski demikian, apakah Trump akan memimpin dengan gaya yang sama atau mengambil pendekatan baru, masih menjadi tanda tanya yang menarik untuk diikuti.
Yang jelas, Donald Trump sekali lagi mencatatkan namanya dalam sejarah politik AS sebagai salah satu presiden yang paling berpengaruh dan kontroversial di era modern, dengan kemenangan paripurna dalam Pemilu 2024.