KABARMALAYSIA.COM – Pariwisata Asia Tenggara dinilai memiliki potensi luar biasa sebagai pasar pariwisata global. Namun, berbagai hambatan masih menghalangi pencapaian maksimal sektor ini, terutama kurangnya kerja sama antarnegara. Hal ini diungkapkan oleh Pauline Suharno, Presiden Federation of ASEAN Travel Associations (FATA), dalam acara Indonesia Tourism Outlook (ITO) yang digelar di Jakarta pada Rabu (18/1/2023).
Menurut Pauline, pasar pariwisata di Asia Tenggara masih sangat luas untuk digarap. “ASEAN ini pangsa pasarnya masih luas sekali. Pasar (pariwisata) Asia Tenggara kalau kita garap dengan betul, itu potensinya luar biasa,” ujar Pauline, yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Asosiasi Travel Agent Indonesia (ASTINDO). Ia menyebutkan bahwa pergerakan pariwisata di Asia Tenggara selama pandemi menunjukkan kekuatan relatif dibandingkan dengan wilayah lain.
Salah satu indikatornya, sebelum perbatasan China dibuka, data trafik pariwisata pada Oktober-November 2022 di kawasan Asia Pasifik mencatatkan pertumbuhan tertinggi. Faktor inflasi yang rendah di kawasan Asia Tenggara dibandingkan dengan Eropa juga menjadi keunggulan. “Di ASEAN, sebagai negara produsen dengan industri luar biasa, inflasi kita termasuk kecil. Jadi, kita masih bisa berharap banyak dengan pasar ASEAN,” jelasnya.
Meski potensial, Pauline menyoroti beberapa hambatan utama yang membuat pariwisata di Asia Tenggara belum bersinergi sebagai satu kesatuan. Salah satu tantangan terbesar adalah minimnya kerja sama antarnegara ASEAN dalam mempromosikan kawasan ini sebagai satu destinasi wisata yang terintegrasi. Pauline mengungkapkan bahwa hingga saat ini, belum terlihat langkah konkret dari para pejabat negara ASEAN untuk mendorong promosi “ASEAN as a single destination”.
“Bertahun-tahun setiap menteri pariwisata (Asia Tenggara) berkumpul, mungkin saya yang kurang tahu, tapi kami belum melihat ada langkah konkret dari para pejabat negara ASEAN untuk mempromosikan ASEAN as a single destination,” terangnya. Ia menilai bahwa kerja sama lintas negara menjadi kunci penting untuk memperkuat posisi pariwisata ASEAN di kancah global.
Pauline juga mengkritik kurangnya keseragaman regulasi di kawasan ini, yang menyulitkan wisatawan untuk bepergian antarnegara ASEAN. “ASEAN itu berbagai negara tapi punya aturan berbeda-beda, enggak seperti di Eropa. Uni Eropa masyarakatnya sama, mata uang, visa, dan lain-lain disamakan,” jelasnya.
Sebagai contoh, Pauline membandingkan sistem travel pass yang diterapkan negara-negara Schengen di Eropa selama pandemi. Mereka berhasil mengintegrasikan sistem perjalanan dalam satu aplikasi, mempermudah mobilitas lintas negara. Sebaliknya, di Asia Tenggara, setiap negara mengembangkan aplikasinya sendiri, seperti PeduliLindungi di Indonesia dan MySejahtera di Malaysia. “Padahal kalau pakai satu transaksi yang sama, bisa mudah digunakan antara negara-negara ini. Tapi tidak ada yang mau mengalah, jadi agak sulit,” imbuhnya.
Untuk mengatasi hambatan tersebut, Pauline mendorong adanya langkah konkret dalam bentuk kebijakan bersama yang memudahkan wisatawan mengakses destinasi di kawasan ASEAN. Kerja sama lintas negara dalam hal promosi, regulasi, dan infrastruktur menjadi hal yang mendesak. Selain itu, ia menekankan pentingnya pengembangan destinasi wisata yang menawarkan keunikan budaya lokal dari masing-masing negara, namun tetap terintegrasi dalam kerangka besar ASEAN.
“ASEAN perlu belajar dari keberhasilan Uni Eropa dalam menciptakan keseragaman yang mempermudah mobilitas wisatawan. Kita punya potensi yang sama besar, bahkan lebih, tapi butuh kemauan politik dan kerja sama untuk mewujudkannya,” katanya.
Pariwisata Asia Tenggara memiliki peluang besar untuk menjadi salah satu destinasi unggulan dunia, dengan keanekaragaman budaya, alam, dan kuliner yang ditawarkan. Namun, tanpa adanya kerja sama yang kuat antarnegara ASEAN, potensi ini sulit diwujudkan secara maksimal. Pauline Suharno menekankan bahwa langkah-langkah konkret dan sinergi antarnegara menjadi kunci untuk membawa pariwisata Asia Tenggara ke tingkat yang lebih tinggi.
Masa depan pariwisata ASEAN sangat bergantung pada keberanian dan kemauan negara-negara anggotanya untuk bersatu dalam memajukan sektor ini. Dengan pendekatan yang lebih kolaboratif, ASEAN dapat menjadi model sukses dalam integrasi pariwisata regional di dunia.