KABARMALAYSIA.COM – Sebuah usulan yang mengundang kontroversi datang dari Kamarudin Md Noor, Ketua Komite Pariwisata, Budaya, Seni, dan Warisan negara bagian Kelantan, Malaysia. Dalam sebuah wawancara yang disiarkan oleh media Malaysia pada 3 Desember 2024, Kamarudin mengemukakan ide yang mengejutkan: mengusulkan agar banjir, salah satu fenomena alam yang kerap terjadi di Kelantan, dijadikan sebagai daya tarik wisata. Menurutnya, Kelantan seharusnya mempertimbangkan promosi kegiatan wisata yang bisa dilakukan selama musim hujan, seperti selancar.
Kamarudin, yang dikenal sebagai seorang pejabat yang aktif dalam dunia pariwisata, juga mengemukakan bahwa ada beberapa makanan tradisional yang biasanya dikonsumsi oleh masyarakat setempat pada musim hujan. Ia mengusulkan agar kegiatan tersebut menjadi bagian dari daya tarik wisata yang dapat meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan ke daerah tersebut, yang menurutnya biasanya sepi pada musim hujan karena sedikitnya jumlah pengunjung.
Namun, ide tersebut tidak mendapatkan sambutan positif dari publik. Bahkan, pernyataan Kamarudin segera menuai kritik tajam dari banyak pihak, terutama di media sosial. Warga Malaysia yang mengikuti perkembangan situasi banjir di negara bagian tersebut merasa bahwa usulan itu sangat tidak sensitif. Hal ini karena pada saat yang bersamaan, Kelantan tengah menghadapi bencana banjir besar, yang menyebabkan banyak kerugian materiil dan korban jiwa.
Banjir yang melanda Kelantan saat itu merupakan salah satu yang terburuk dalam sejarah. Delapan sungai di wilayah tersebut meluap, menyebabkan ribuan orang terpaksa mengungsi dari rumah mereka. Berdasarkan laporan dari The Malay Mail, lebih dari 86.000 orang terpaksa mengungsi ke 252 tempat penampungan sementara, sementara lima orang dilaporkan meninggal dunia akibat banjir. Bloomberg juga melaporkan bahwa bencana tersebut meluas hingga ke beberapa wilayah lain di Malaysia, dengan lebih dari 136.000 orang mengungsi dan tujuh orang kehilangan nyawa.
Usulan Kamarudin yang berfokus pada pariwisata selancar di tengah bencana banjir tersebut mendapat kecaman keras dari berbagai kalangan. Asyraf Wajdi Dusuki, Sekretaris Jenderal Organisasi Nasional Melayu Bersatu (UMNO), secara terbuka menyatakan ketidaksetujuannya terhadap ide tersebut. Dalam sebuah unggahan di Facebook pada 28 November, Asyraf menegaskan bahwa ide tersebut tidak hanya tidak relevan, tetapi juga sangat tidak peka terhadap situasi darurat yang sedang berlangsung. “Baru saja seorang warga kehilangan nyawanya karena banjir, dan kita sedang berbicara soal pariwisata? Fokuskan perhatian kita pada penanganan bencana, bukan malah mempromosikan sesuatu yang tidak sensitif,” tulisnya dalam unggahan tersebut.
Pernyataan Asyraf ini semakin memicu perdebatan hangat di kalangan masyarakat Malaysia. Beberapa pengguna media sosial berpendapat bahwa Asyraf mungkin telah salah memahami maksud dari Kamarudin. Mereka mengklaim bahwa Kamarudin tidak merujuk pada aktivitas di tengah banjir, melainkan lebih kepada potensi aktivitas selancar yang bisa dilakukan selama musim hujan. “Kamarudin tidak berbicara tentang menjadikan banjir sebagai daya tarik wisata, melainkan tentang musim hujan yang umum dan kegiatan selancar yang bisa dilakukan di pantai-pantai Kelantan,” tulis salah satu pengguna media sosial dalam sebuah komentarnya.
Namun, meskipun ada beberapa yang membela Kamarudin, sebagian besar masyarakat tetap merasa bahwa ide tersebut tetap tidak layak dipertimbangkan, terutama mengingat kesulitan yang sedang dialami oleh banyak warga akibat banjir. Banjir yang menggenangi wilayah Kelantan telah merusak infrastruktur, mengakibatkan kerugian material yang besar, dan menimbulkan dampak psikologis yang mendalam bagi warga yang terkena dampak. Oleh karena itu, banyak pihak yang berpendapat bahwa perhatian utama seharusnya difokuskan pada penanggulangan bencana dan bantuan kemanusiaan, bukan pada promosi wisata yang tidak relevan.
Kelantan sendiri memang dikenal sebagai salah satu destinasi wisata di Malaysia, terutama bagi wisatawan yang tertarik dengan budaya, seni, dan kuliner lokal. Namun, selama musim hujan, jumlah wisatawan yang datang biasanya menurun tajam. Hal ini dapat dipahami mengingat kondisi cuaca yang tidak mendukung untuk aktivitas luar ruangan. Oleh karena itu, Kamarudin mungkin berusaha mencari cara untuk menarik lebih banyak pengunjung, meskipun ia gagal mempertimbangkan sensitivitas situasi yang sedang dihadapi oleh banyak warga Kelantan.
Para ahli pariwisata dan pengamat sosial juga menyoroti pentingnya komunikasi yang bijaksana dari para pejabat publik, terutama di tengah situasi darurat. Mereka menekankan bahwa meskipun promosi pariwisata adalah bagian penting dari pemulihan ekonomi, ide yang tidak peka terhadap kondisi lokal dapat merusak citra pemerintah dan memperburuk hubungan dengan masyarakat.
Banjir besar yang melanda Kelantan adalah pengingat betapa pentingnya upaya mitigasi bencana dan kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana alam. Saat ini, perhatian utama harus difokuskan pada upaya evakuasi korban, penyediaan bantuan darurat, dan pemulihan infrastruktur yang rusak akibat banjir. Ketika bencana seperti ini terjadi, segala bentuk promosi pariwisata yang tidak relevan hanya akan menambah kesulitan bagi para korban yang sedang berjuang untuk mengatasi dampak bencana.
Kesimpulannya, meskipun niat Kamarudin untuk mempromosikan pariwisata di Kelantan patut dihargai, ide yang dilontarkannya saat ini jelas tidak tepat waktu dan terkesan tidak sensitif terhadap situasi yang sedang terjadi. Sebagai pejabat publik, lebih bijaksana jika ia menyesuaikan usulan tersebut dengan kondisi yang ada dan lebih fokus pada penanganan bencana yang menjadi prioritas utama masyarakat.