KabarMalaysia.com – BRICS (Brazil, Russia, India, China, and South Africa), kelompok ekonomi yang didirikan pada tahun 2009, kini menghadapi perubahan besar setelah penambahan lima anggota baru pada Agustus lalu: Mesir, Ethiopia, Iran, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab (UEA).
Hal ini mengubah dinamika dan mendorong pertanyaan tentang apakah grup yang beranggotakan Brasil, Rusia, India, Cina, Afrika Selatan, dan negara-negara baru ini perlu nama baru.
Sejak perluasan terakhirnya, lebih dari 30 negara dilaporkan tertarik untuk bergabung, termasuk Malaysia dan Thailand, yang telah mengajukan aplikasi resmi.
Malaysia, di bawah pimpinan Perdana Menteri Anwar Ibrahim, menunjukkan keinginan kuat untuk bergabung dengan BRICS.
Malaysia melihat keuntungan signifikan dalam bergabung dengan blok yang lebih besar ini, yang sudah memiliki pengaruh besar dalam ekonomi global. “Bergabung dengan BRICS dapat membantu Malaysia mendapatkan lebih banyak investasi dan memperkuat hubungan dengan negara-negara seperti China dan India,” ujar Anwar. (05/11/2024)
Thailand juga mengajukan aplikasi, melihat kesempatan untuk menghidupkan kembali ekonominya yang baru-baru ini terhambat oleh pandemi COVID-19.
Malaysia dan Thailand melihat BRICS sebagai platform strategis untuk meningkatkan perekonomian mereka.
China adalah mitra dagang terbesar bagi kedua negara ini, dan hubungan yang lebih dekat dengan China serta India dapat memberikan manfaat besar, terutama bagi industri semikonduktor Malaysia yang sangat bergantung pada kedua pasar ini.
Keanggotaan BRICS juga berpotensi membuka pintu bagi peningkatan pariwisata, khususnya dari China dan India, yang merupakan sumber utama wisatawan ke Asia Tenggara.
Thailand, yang perekonomiannya sedang lesu setelah dampak pandemi, berharap BRICS bisa memberikan stimulus yang dibutuhkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat. Terutama setelah industri pariwisata negara itu belum sepenuhnya pulih.
BRICS awalnya dibentuk oleh negara-negara dengan ekonomi berkembang yang besar, dan sejak pembentukannya, kelompok ini berusaha untuk mewakili negara-negara Global South—ekonomi berkembang pascakolonial yang merasa terpinggirkan dalam sistem ekonomi global yang didominasi oleh Barat.
Argumen ini semakin kuat pasca-invasi Rusia ke Ukraina pada 2022, yang memicu ketegangan geopolitik dan menunjukkan peran dominan AS dalam sistem ekonomi global. Sebagai respons, BRICS semakin memposisikan dirinya sebagai alternatif terhadap dominasi ekonomi Barat.
BRICS, meskipun terus berkembang, belum memiliki perjanjian formal mengenai perdagangan atau investasi antar anggotanya.
China dan India, meskipun menjadi dua ekonomi terbesar dalam kelompok ini, memiliki ketegangan tersendiri, terutama pasca-konflik perbatasan pada 2020. Ketegangan ini dapat menghambat potensi kolaborasi di dalam blok tersebut.
Namun, bagi negara-negara seperti Malaysia dan Thailand, BRICS menawarkan peluang untuk menyeimbangkan hubungan mereka dengan kekuatan besar dunia seperti AS dan China.
Keanggotaan BRICS dapat memberikan perlindungan politik dan ekonomi di tengah ketegangan global yang semakin meningkat, terutama dalam konteks persaingan antara Washington dan Beijing.
Selain itu, tantangan lainnya adalah keanggotaan negara-negara yang dikenakan sanksi internasional seperti Rusia dan Iran, yang dapat mempengaruhi stabilitas dan keberlanjutan hubungan perdagangan.
UEA, misalnya, yang memiliki kemitraan kuat dengan AS, baru-baru ini harus menavigasi tekanan AS untuk memutus hubungan teknologi dengan China.
Meskipun BRICS telah berkembang pesat, tidak ada jaminan bahwa kelompok ini akan berhasil mencapai tujuannya. Persaingan antar anggota, terutama antara China dan India, serta ketidakpastian politik dari negara-negara yang baru bergabung, menjadi tantangan tersendiri.
Namun, bagi negara-negara seperti Malaysia dan Thailand, keuntungan ekonomi dari keanggotaan BRICS—seperti akses pasar yang lebih besar dan peluang investasi—mungkin dianggap lebih penting daripada tantangan geopolitik.
Dengan perluasan yang terus berkembang dan meningkatnya ketertarikan negara-negara lainnya untuk bergabung, masa depan BRICS sangat bergantung pada kemampuan kelompok ini untuk menyatukan kepentingan ekonomi yang berbeda-beda dan membentuk kerjasama yang lebih formal.