KabarMalaysia.com – Semarang, Pada Hari Sabtu (16/11/2024), Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI), Abdul Kadir Karding, mengungkapkan jumlah pekerja migran Indonesia (PMI) ilegal yang bekerja di luar negeri melebihi lima juta orang. Jumlah ini bahkan hampir menyamai jumlah PMI terdaftar yang mencapai lebih dari lima juta orang.
Hal tersebut disampaikan Abdul Kadir Karding dalam acara diskusi publik bertema *”Peluang dan Tantangan Bekerja ke Luar Negeri”* di Auditorium Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Universitas Diponegoro, Semarang.
Karding menjelaskan bahwa pekerja migran ilegal tersebar di berbagai negara tujuan seperti Malaysia, Arab Saudi, Taiwan, Korea Selatan, dan Hong Kong. Namun, status ilegal mereka menimbulkan sejumlah permasalahan besar, terutama terkait perlindungan dan kesejahteraan.
“Karena mereka berangkatnya tidak prosedural, negara tidak bisa menjamin nasib seseorang karena mereka tidak masuk dalam SISKOP2MI,” ujarnya.
SISKOP2MI, atau Sistem Komputerisasi untuk Pelayanan Penempatan dan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia, adalah platform yang dirancang untuk memantau dan melindungi PMI secara sistematis.
Ia mengakui bahwa pekerja migran ilegal menjadi pekerjaan rumah (PR) besar bagi kementeriannya. Selain rawan menjadi korban eksploitasi, mereka juga rentan terjerat tindak pidana perdagangan orang (TPPO).
Salah satu dampak terbesar dari keberangkatan ilegal adalah minimnya keterampilan dan kompetensi PMI. Karding mengungkapkan bahwa banyak dari mereka yang “loss skill,” atau tidak memiliki keahlian yang sesuai dengan kebutuhan pasar kerja di negara tujuan. Hal ini membuat mereka lebih rentan terhadap eksploitasi tenaga kerja.
“Karena mereka tidak memiliki sertifikasi atau pelatihan yang cukup, mereka sering kali bekerja di sektor informal yang lebih rentan terhadap perlakuan tidak adil,” ungkapnya.
Untuk mengatasi hal ini, Kementerian PPMI berkomitmen memperkuat kemampuan para pekerja migran. “Kami harus menyiapkan pekerja yang betul-betul punya skill. Nantinya ada sertifikasi untuk pekerja migran, dan pelatihan khusus seperti *safety-based training* yang wajib diikuti,” katanya.
Selain keterampilan kerja, Karding menekankan pentingnya penguasaan bahasa asing. “Kemampuan berbahasa menjadi syarat utama. Tanpa itu, pekerja kita akan kesulitan berkomunikasi dan bisa menjadi kendala besar dalam menjalankan tugas mereka,” tambahnya.
Penguasaan bahasa asing tidak hanya memudahkan komunikasi tetapi juga meningkatkan daya saing PMI di pasar tenaga kerja global.
Untuk memastikan keamanan dan kesejahteraan PMI, pemerintah terus meningkatkan sistem perlindungan bagi pekerja migran terdaftar.
Karding menjelaskan bahwa mereka yang terdaftar dalam SISKOP2MI dapat menerima berbagai fasilitas, termasuk asuransi kesehatan, jaminan sosial, dan bantuan hukum jika menghadapi masalah di negara tujuan.
Namun, ia mengingatkan bahwa langkah ini hanya efektif jika para pekerja mematuhi prosedur resmi. Ia pun mengimbau calon pekerja migran untuk mengikuti jalur resmi yang ditetapkan pemerintah.
“Jika semua berjalan prosedural, negara bisa lebih hadir untuk melindungi mereka. Oleh karena itu, kami mengajak masyarakat untuk tidak tergiur dengan tawaran yang tidak resmi,” ujarnya.
Karding berharap, melalui upaya pemerintah yang terus diperkuat, jumlah PMI ilegal dapat ditekan secara signifikan.
Ia menekankan bahwa perlindungan pekerja migran bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi juga memerlukan dukungan dari masyarakat, perusahaan perekrutan, dan negara tujuan.
“Saya yakin dengan sinergi yang baik, kita dapat mengurangi jumlah pekerja migran ilegal dan meningkatkan kesejahteraan mereka,” pungkasnya.
Dengan lebih dari lima juta pekerja migran ilegal di luar negeri, tantangan ini menjadi salah satu prioritas utama dalam agenda perlindungan pekerja Indonesia di luar negeri.
Pemerintah berharap langkah-langkah ini dapat memberikan perubahan signifikan dalam memastikan pekerja migran Indonesia bekerja dengan aman, bermartabat, dan sejahtera.