KabarMalaysia.com – KUALA LUMPUR, Pada Hari Jumat (22/11/2024), Seorang perwira kadet Akademi Pelatihan Militer di Universitas Pertahanan Nasional Malaysia (UPNM), Mohd Adil Mat Awang Ghani (22).
Mengaku tidak bersalah atas tuduhan melukai juniornya, Muhammad Haziq Iqbal Ahmad Rashidi (19), dalam insiden yang terjadi di lapangan parade akademi, Kamp Sungai Besi, pada 21 Oktober lalu.
Terdakwa dituduh menginjak perut korban dengan sepatu bot berpaku pada pukul 10.45 malam, yang menyebabkan korban mengalami cedera serius, termasuk patah tulang rusuk dan tulang belakang. Ia didakwa di bawah Pasal 323 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, yang membawa ancaman maksimal satu tahun penjara, denda MYR2.000, atau keduanya, jika terbukti bersalah.
“Saya mengerti, Yang Mulia. Saya mengaku tidak bersalah,” kata Mohd Adil saat dakwaan dibacakan di hadapan Hakim Noorelynna Hanim Abd Halim.
Wakil Jaksa Penuntut Umum, Mohd Sabri Othman, mengusulkan jaminan sebesar MYR10.000 dengan satu penjamin. Selain itu, jaksa meminta pengadilan memberlakukan ketentuan bahwa terdakwa dilarang mendekati korban, pengadu, atau saksi lainnya, termasuk perwira, pelatih, dan rekan-rekan kadetnya di UPNM.
Namun, pengacara terdakwa, Nurul Diyana Basher dari Yayasan Bantuan Hukum Nasional, memohon agar jaminan diturunkan. Ia berdalih bahwa kliennya, yang telah menyelesaikan studinya tetapi masih menjalani pelatihan militer, menghadapi kondisi yang tidak mendukung jika syarat jaminan terlalu ketat.
“Kami memahami pentingnya perlindungan saksi dan pengadu. Namun, syarat tambahan yang terlalu ketat akan memengaruhi pelatihan militer klien saya,” jelas Nurul Diyana.
Hakim akhirnya memutuskan untuk menetapkan jaminan sebesar MYR5.000 dengan satu penjamin, dengan tetap memberlakukan ketentuan larangan mendekati pengadu dan saksi.
Pengadilan juga menetapkan tanggal 10 Februari 2025 untuk penyerahan dokumen kasus.
Kasus ini mencuat setelah Kepala Polisi Kuala Lumpur, Datuk Rusdi Mohd Isa, dalam pernyataan pada 10 November, mengungkapkan bahwa korban menderita cedera parah akibat insiden tersebut.
Pemeriksaan medis menunjukkan patah tulang rusuk dan tulang belakang, yang diduga akibat kekerasan fisik yang dilakukan oleh terdakwa.
Insiden ini memicu diskusi luas mengenai budaya kekerasan dan hierarki senioritas di lembaga militer. Beberapa pihak menyerukan evaluasi mendalam terhadap praktik pelatihan di kampus-kampus militer untuk mencegah kejadian serupa.
Terdakwa tiba di pengadilan sekitar pukul 09.20 pagi dengan mengenakan kemeja putih lengan panjang dan jaket hitam. Ia dikawal oleh beberapa petugas polisi, sementara keluarganya turut hadir memberikan dukungan moral.
Kasus ini menjadi perhatian publik, terutama mengingat reputasi UPNM sebagai institusi yang melatih calon perwira masa depan negara. Insiden kekerasan seperti ini, jika terbukti, berpotensi mencoreng citra institusi tersebut.
Pengadilan akan melanjutkan persidangan pada Februari 2025, dengan fokus pada penyerahan dokumen dan bukti.
Pihak pengacara terdakwa diperkirakan akan mengajukan pembelaan berdasarkan argumen bahwa insiden tersebut tidak dilakukan dengan sengaja atau tidak sesuai dengan dakwaan.
Kasus ini menjadi pengingat pentingnya pendekatan nol toleransi terhadap kekerasan di lingkungan pendidikan dan pelatihan, terutama di lembaga militer yang mengedepankan disiplin dan integritas.
Masyarakat berharap agar penyelesaian kasus ini dapat memberikan keadilan bagi korban sekaligus menjadi pelajaran bagi institusi serupa lainnya.