KabarMalaysia.com — Pemerintah Malaysia telah menerima pemulangan dua warganya yang sebelumnya ditahan di Kamp Tahanan Guantanamo Bay, Kuba, sejak 2006, terkait keterlibatan mereka dalam pemboman yang menewaskan 202 orang di Bali pada tahun 2002. Kedua individu tersebut adalah Mohammed Farik bin Amin dan Mohammed Nazir bin Lep, yang diserahkan oleh Pemerintah Amerika Serikat setelah lebih dari 17 tahun penahanan.
Menteri Dalam Negeri Malaysia, Saifuddin Nasution Ismail, dalam pernyataan yang diterima pada Rabu (19/12), menyampaikan bahwa pemulangan ini dilakukan berdasarkan prinsip hak asasi manusia dan dukungan terhadap keadilan universal. Ia menegaskan bahwa Pemerintah Perpaduan Malaysia Madani berkomitmen untuk memastikan kesejahteraan kedua individu tersebut setelah kembali ke tanah air.
Saifuddin juga menjelaskan bahwa program reintegrasi yang komprehensif telah disusun untuk Mohammed Farik bin Amin dan Mohammed Nazir bin Lep. Program ini mencakup layanan dukungan sosial, kesejahteraan, dan pemeriksaan kesehatan untuk membantu mereka beradaptasi kembali dengan masyarakat. “Pemerintah Madani akan memastikan kesejahteraan mereka terjaga dengan baik melalui program integrasi yang komprehensif termasuk saringan kesehatan,” ujar Saifuddin.
Kedua warga negara Malaysia ini, bersama dengan Encep Nurjaman atau Hambali, yang merupakan warga negara Indonesia, awalnya ditangkap di Thailand pada 2003. Mereka kemudian ditahan oleh Badan Intelijen AS (CIA) dan dibawa ke Guantanamo Bay pada 2006. Pada 2021, Jaksa Militer AS mengajukan tuntutan resmi terhadap ketiganya terkait pengeboman Bali 2002 dan serangan bom di Jakarta 2003.
Tuntutan hukum terhadap ketiganya baru diajukan setelah penangkapan mereka di Thailand, yang kemudian membawa mereka ke tahanan Guantanamo. Pada Januari 2024, dalam persidangan di Pengadilan Tentara Teluk Guantanamo, kedua warga Malaysia itu mengaku bersalah atas konspirasi pengeboman Bali yang menewaskan 202 orang, termasuk tujuh warga negara Amerika Serikat. Namun, keduanya membantah tuduhan terkait pengeboman di Hotel JW Marriott Jakarta pada 2003.
Proses hukum ini menambah panjang kisah panjang ketiga individu yang terlibat dalam salah satu serangan teror terbesar di Asia Tenggara. Meskipun mereka telah mengaku bersalah dalam beberapa kasus, masih ada perdebatan mengenai dampak dari keputusan hukum ini terhadap keadilan internasional dan hak asasi manusia.
Dengan pemulangan ini, pemerintah Malaysia berharap dapat memfasilitasi proses reintegrasi yang lancar bagi kedua warganya. Namun, tantangan masih ada dalam memastikan bahwa kedua individu tersebut tidak kembali terlibat dalam aktivitas terorisme di masa depan. Pemerintah Malaysia menegaskan komitmennya untuk terus memantau dan memberikan dukungan yang diperlukan.
Peristiwa ini juga menjadi sorotan internasional terkait penanganan kasus terorisme dan penahanan di luar pengadilan internasional. Keputusan untuk memulangkan dua warga negara Malaysia ini memperlihatkan langkah besar dalam diplomasi internasional, meskipun tidak tanpa kontroversi, mengingat latar belakang keterlibatan mereka dalam serangkaian serangan teror yang mengguncang kawasan.