KabarMalaysia.com – Hubungan antara Malaysia dan Vietnam memanas akibat dugaan perluasan wilayah oleh Vietnam di Laut China Selatan (LCS), yang memicu ketegangan diplomatik di antara kedua negara.
Sengketa ini terkait dengan dugaan pembangunan infrastruktur oleh Vietnam di Terumbu Karang Barque Canada, yang terletak di Kepulauan Spratly. Wilayah ini telah lama menjadi titik panas sengketa antarnegara karena berbagai klaim kedaulatan.
Putrajaya, ibu kota Malaysia, dikabarkan telah melayangkan surat protes kepada Hanoi, Vietnam, pada awal Oktober 2024.
Surat tersebut berisi keluhan terkait dugaan bahwa Vietnam melakukan aktivitas pembangunan terumbu karang secara buatan. Aktivitas ini dianggap sebagai bentuk ekspansi wilayah yang disengketakan di perairan LCS.
Menurut sumber diplomatik yang dikutip oleh *Channel News Asia* (CNA), hingga awal November 2024, belum ada tanggapan resmi dari pemerintah Vietnam terkait surat protes Malaysia.
“Surat Malaysia telah dikirim ke Kementerian Luar Negeri Vietnam pada awal Oktober, tetapi sejauh ini belum mendapat balasan,” ujar salah satu sumber diplomatik.
Sengketa di Kepulauan Spratly, termasuk di Terumbu Karang Barque Canada, sudah berlangsung selama beberapa dekade.
Wilayah ini sangat strategis karena kaya akan sumber daya alam seperti minyak dan gas, serta merupakan jalur perdagangan internasional yang penting.
Oleh sebab itu, Kepulauan Spratly sering menjadi arena konflik antara negara-negara yang memiliki klaim teritorial di LCS, termasuk China, Vietnam, Filipina, Malaysia, dan Brunei.
Vietnam, yang secara historis telah mengklaim bagian besar dari Kepulauan Spratly, dilaporkan telah melakukan pembangunan infrastruktur di Terumbu Karang Barque Canada.
Radio Free Asia melaporkan bahwa Vietnam sedang membangun landasan udara di terumbu tersebut. Hal ini dinilai sebagai upaya Vietnam untuk memperkuat klaimnya atas wilayah tersebut, sebagaimana yang telah dilakukan negara-negara lain seperti China dan Filipina.
Namun, surat protes dari Malaysia fokus pada ekspansi buatan Vietnam di terumbu karang, bukan secara spesifik mengenai pembangunan infrastruktur.
Ini menunjukkan bahwa Malaysia lebih khawatir tentang potensi ancaman terhadap kedaulatan wilayahnya daripada fasilitas militer yang dibangun di sekitar Spratly.
Sementara perselisihan antara Malaysia dan Vietnam relatif jarang terjadi, ketegangan di wilayah LCS secara umum sering dipicu oleh tindakan China.
Negara Tirai Bambu tersebut telah secara agresif mengklaim sebagian besar wilayah LCS berdasarkan “Nine-Dash Line” atau Garis Sembilan Putus-putus.
China juga telah melakukan reklamasi tanah di tujuh pulau karang yang diklaimnya di LCS, beberapa di antaranya telah dikembangkan menjadi pangkalan militer dengan landasan pacu, dermaga, dan baterai rudal.
Aktivitas China telah menambah kerumitan sengketa ini, dengan negara-negara tetangga seperti Malaysia dan Vietnam merasa terancam oleh manuver militer Beijing.
Pembangunan infrastruktur oleh Vietnam di Kepulauan Spratly dapat dilihat sebagai upaya untuk menyeimbangkan kekuatan dengan China, serta mempertahankan eksistensi mereka di wilayah sengketa.
Selain sengketa teritorial, Malaysia juga kerap memprotes aktivitas nelayan Vietnam di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Malaysia.
Pemerintah Malaysia menuding nelayan Vietnam sering kali melakukan perambahan ilegal di wilayah perairannya, yang memicu ketegangan. Ini mengakibatkan penangkapan sejumlah awak kapal nelayan Vietnam oleh otoritas Malaysia dalam beberapa tahun terakhir.
Konflik terkait perikanan ini menambah kompleksitas hubungan antara kedua negara, yang sebelumnya dikenal cukup stabil. Meski begitu, pemerintah Malaysia telah berulang kali menegaskan bahwa setiap permasalahan dengan Vietnam akan diselesaikan melalui jalur diplomasi, termasuk sengketa LCS.
Dalam surat pengaduan resminya, Malaysia menyerukan agar Vietnam menghentikan segala bentuk pembangunan di wilayah sengketa dan mematuhi hukum internasional.
Malaysia juga berharap agar masalah ini dapat diselesaikan secara damai dan tanpa eskalasi lebih lanjut. Namun, absennya tanggapan dari Vietnam hingga kini menambah ketidakpastian.
Sebagai tindak lanjut, Malaysia kemungkinan akan membawa isu ini ke forum internasional jika tidak ada perkembangan yang signifikan.
Sengketa LCS juga diatur oleh Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS), yang menjadi rujukan utama dalam menyelesaikan konflik wilayah maritim.
Malaysia diperkirakan akan menggunakan jalur diplomasi dan hukum internasional untuk memperkuat posisinya dalam sengketa ini.
Sengketa antara Malaysia dan Vietnam di Laut China Selatan menjadi salah satu episode terbaru dalam perebutan kedaulatan di wilayah strategis tersebut.
Pembangunan infrastruktur oleh Vietnam di Kepulauan Spratly memicu respons keras dari Malaysia, yang mengajukan protes resmi ke Hanoi.
Di tengah ketegangan ini, kawasan LCS terus menjadi ajang persaingan antara negara-negara yang mengklaim wilayahnya, terutama di tengah ekspansi besar-besaran yang dilakukan oleh China.
Dengan belum adanya respons resmi dari Vietnam, hubungan antara kedua negara ASEAN ini berada dalam situasi yang tegang. Namun, baik Malaysia maupun Vietnam diperkirakan akan tetap mengutamakan jalur diplomatik dalam menyelesaikan sengketa ini.