KabarMalaysia.com – KUALA LUMPUR, Pada Hari Kamis (28/11/2024), Mantan Perdana Menteri Malaysia Datuk Seri Najib Razak dan mantan Sekretaris Jenderal Perbendaharaan Tan Sri Mohd Irwan Serigar Abdullah menerima keputusan pembebasan tanpa pelepasan (DNAA) pada Rabu dalam kasus dugaan pelanggaran kepercayaan (CBT) senilai MYR6,6 miliar yang melibatkan pembayaran kepada Perusahaan Investasi Minyak Internasional (IPIC).
Hakim Muhammad Jamil Hussin memutuskan memberikan DNAA kepada kedua terdakwa setelah mempertimbangkan penundaan berkepanjangan dalam proses hukum serta kegagalan jaksa mematuhi ketentuan hukum yang berlaku.
Keputusan ini diambil setelah pembela mengajukan mosi, menyatakan bahwa jaksa tidak mematuhi Pasal 51A Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), yang mengharuskan dokumen penting diberikan kepada terdakwa sebelum sidang. Penundaan yang signifikan sejak kasus ini dimulai pada 2018 juga menjadi sorotan.
“Sidang tidak dapat dilanjutkan karena penundaan yang tidak wajar. Ini tidak dapat diterima,” kata Hakim Muhammad Jamil dalam sidang. Beliau menekankan bahwa DNAA tidak membatasi jaksa untuk mengajukan kembali kasus jika diperlukan di masa mendatang.
Sebagai bagian dari putusan, pengadilan juga memerintahkan pengembalian uang jaminan sebesar MYR1 juta yang sebelumnya dibayarkan oleh Najib dan Mohd Irwan.
Pengacara Najib, Tan Sri Muhammad Shafee Abdullah, dan pengacara Mohd Irwan, Datuk Seri K. Kumaraendran, menyoroti durasi panjang kasus ini yang telah berlangsung selama enam tahun tanpa perkembangan signifikan.
“Kami mendesak pengadilan untuk mengakhiri kasus ini hari ini. Penundaan ini tidak adil bagi klien kami,” ujar Kumaraendran.
Sementara itu, jaksa yang dipimpin Wakil Jaksa Penuntut Umum Muhammad Saifuddin Hashim Musaimi menjelaskan bahwa penundaan sebagian besar disebabkan oleh proses deklasifikasi dokumen rahasia.
Dokumen tersebut, termasuk catatan rapat Kabinet dan kementerian terkait, dianggap penting untuk kelanjutan persidangan.
Najib Razak dan Mohd Irwan pertama kali didakwa bersama pada 25 Oktober 2018 atas enam tuduhan pelanggaran kepercayaan (CBT) melibatkan dana pemerintah senilai MYR6,6 miliar.
Dugaan pelanggaran tersebut terjadi antara Desember 2016 hingga Desember 2017 di Kompleks Kementerian Keuangan, Putrajaya.
Kasus ini berkaitan dengan pembayaran pemerintah Malaysia kepada IPIC, perusahaan investasi milik Uni Emirat Arab. Tuduhan tersebut diajukan berdasarkan Pasal 409 KUHP, yang memberikan ancaman hukuman hingga 20 tahun penjara, cambuk, serta denda jika terbukti bersalah.
Keputusan DNAA memberikan ruang bagi jaksa untuk memutuskan apakah akan mengajukan kembali dakwaan atau menghentikan kasus ini sepenuhnya. Dalam kasus yang sudah berlangsung lama ini, pengadilan menilai perlu adanya keseimbangan antara hak terdakwa dan kelancaran proses hukum.
Namun, DNAA tetap menyisakan celah bagi jaksa untuk melanjutkan investigasi atau menuntut kembali dengan bukti baru jika ditemukan.
Keputusan ini memicu beragam reaksi di kalangan masyarakat. Sebagian pihak menganggap DNAA sebagai peluang untuk memperbaiki proses hukum, sementara lainnya memandangnya sebagai kegagalan sistem hukum dalam menangani kasus berprofil tinggi.
Dengan latar belakang Najib yang telah menghadapi berbagai tuduhan dalam kasus-kasus lain, termasuk skandal 1MDB, keputusan ini menjadi sorotan internasional.
Keputusan Pengadilan Tinggi Kuala Lumpur yang memberikan DNAA kepada Najib Razak dan Mohd Irwan menunjukkan tantangan yang dihadapi sistem peradilan dalam menangani kasus besar yang melibatkan mantan pejabat tinggi negara.
Sementara itu, langkah selanjutnya dari jaksa akan menentukan arah penyelesaian kasus ini, apakah kembali dilanjutkan atau dihentikan sepenuhnya.
Kasus ini menjadi pengingat pentingnya integritas, kecepatan, dan transparansi dalam sistem peradilan untuk menjamin kepercayaan masyarakat terhadap hukum.