KabarMalaysia.com – KUALA LUMPUR, Pada Hari Kamis (28/11/2024), Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di Kuching kembali memfasilitasi pemulangan 59 warga negara Indonesia (WNI) yang menghadapi masalah keimigrasian di Malaysia.
Pemulangan dilakukan melalui pos lintas batas Imigrasi, Bea Cukai, Karantina, dan Keamanan (ICQS) Tebedu di Sarawak menuju Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Entikong di Kalimantan Barat.
Konsul Jenderal RI di Kuching, Raden Sigit Witjaksono, menyatakan pihaknya menangani dua kelompok dalam proses ini. Pertama, seorang ibu dan anak laki-lakinya yang berasal dari Tempat Singgah Sementara (TSS) KJRI Kuching.
Kedua, sebanyak 57 pekerja migran Indonesia (PMI) yang dideportasi dari Depot Tahanan Imigresen (DTI) Semuja, Serian, Sarawak.
“Semua WNI atau PMI bermasalah ini dideportasi karena melanggar peraturan keimigrasian Malaysia, seperti tinggal melebihi batas waktu izin,” ujar Raden Sigit.
Dari total 59 WNI, 57 orang merupakan pekerja migran Indonesia (PMI), terdiri atas 50 laki-laki dan tujuh perempuan. Mereka telah menjalani masa hukuman di Malaysia sebelum dideportasi oleh Jabatan Imigresen Malaysia Sarawak.
Selain itu, seorang ibu dan anaknya yang dirawat di TSS KJRI Kuching turut dipulangkan dalam rangkaian program repatriasi. TSS sendiri menjadi tempat sementara bagi WNI yang membutuhkan perlindungan sebelum dipulangkan ke tanah air.
Data KJRI Kuching menunjukkan tren peningkatan jumlah WNI yang dideportasi dari wilayah Sarawak. Hingga 28 November 2024, tercatat 4.336 WNI atau PMI bermasalah telah dipulangkan sepanjang tahun ini.
Jumlah ini meningkat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya:
– 2019: 2.710 orang
– 2020: 4.367 orang
– 2021: 3.398 orang
– 2022: 3.397 orang
– 2023: 3.986 orang
Peningkatan tersebut diduga berkaitan dengan pengetatan aturan keimigrasian Malaysia serta pengawasan lebih ketat terhadap tenaga kerja asing yang bekerja tanpa dokumen sah.
Konsul Jenderal Raden Sigit menekankan pentingnya peran KJRI dalam memberikan perlindungan dan bantuan hukum kepada WNI yang menghadapi masalah di luar negeri.
“Kami berkomitmen untuk terus memfasilitasi proses repatriasi ini, memastikan bahwa hak-hak dasar mereka tetap terlindungi,” jelasnya.
Program repatriasi tidak hanya memberikan solusi bagi WNI yang bermasalah secara hukum, tetapi juga mencegah mereka dari potensi eksploitasi selama berada di negara asing.
Proses pemulangan melibatkan kerja sama erat antara KJRI Kuching, Jabatan Imigresen Malaysia, dan pemerintah daerah Kalimantan Barat.
Langkah ini mencerminkan diplomasi lintas batas yang terus diperkuat untuk mengatasi isu pekerja migran dan keimigrasian.
Selain memfasilitasi repatriasi, KJRI Kuching juga berperan dalam meningkatkan kesadaran hukum bagi PMI melalui program edukasi dan pelatihan, termasuk panduan dokumen kerja yang sah.
Dengan semakin tingginya angka deportasi, pemerintah Indonesia perlu memperkuat langkah-langkah pencegahan agar WNI tidak terjebak dalam permasalahan hukum di luar negeri.
Salah satu solusi yang diusulkan adalah melalui sertifikasi dokumen sebelum keberangkatan dan pengawasan lebih ketat terhadap perekrutan tenaga kerja.
KJRI Kuching juga mendorong WNI untuk memahami aturan dan regulasi negara tujuan sebelum bekerja.
“Kepatuhan terhadap aturan keimigrasian tidak hanya melindungi mereka secara hukum, tetapi juga meningkatkan citra Indonesia di mata internasional,” tambah Raden Sigit.
Pemulangan 59 WNI dari Sarawak menegaskan peran penting KJRI Kuching dalam memberikan perlindungan kepada WNI di luar negeri, sekaligus menggarisbawahi tantangan yang dihadapi dalam mengelola isu pekerja migran.
Dengan kolaborasi antara pemerintah Indonesia dan Malaysia, diharapkan insiden serupa dapat diminimalkan di masa depan, menciptakan ekosistem tenaga kerja yang lebih aman dan terlindungi.