KabarMalaysia.com – Kuala Lumpur, Pada Hari Senin (25/11/2024), Pemerintah Indonesia kembali menunjukkan komitmennya terhadap perlindungan warga negara di luar negeri.
Sebanyak 105 WNI yang menjalani deportasi dari Malaysia pada Kamis (14/11/2024), telah menyelesaikan berbagai tahap proses hukum hingga pemulangan.
Langkah ini melibatkan sinergi antara Kementerian Luar Negeri, Kementerian Sosial, dan lembaga terkait lainnya, termasuk Rumah Perlindungan Trauma Centre (RPTC) Tanjung Pinang.
Sesampainya di Pelabuhan Tanjung Pinang, para WNI menjalani asesmen oleh pihak Imigrasi dan Bea Cukai. Setelah itu, mereka dibawa ke RPTC Tanjung Pinang untuk menerima rehabilitasi, perlindungan, dan bantuan pemulangan ke daerah asal.
Sulistyaningsih, Koordinator RPTC Tanjung Pinang dari Direktorat Rehabilitasi Sosial Kementerian Sosial RI, menjelaskan bahwa pihaknya bergerak cepat setelah menerima informasi resmi dari Kementerian Luar Negeri dan KJRI Johor Bahru.
Langkah awal RPTC adalah memenuhi kebutuhan dasar para WNI seperti makanan, pakaian ganti, dan perlengkapan kebersihan.
“Banyak dari mereka datang dalam kondisi lelah setelah perjalanan panjang. Kami pastikan kebutuhan mereka terpenuhi sebelum istirahat,” ujar Sulistyaningsih, yang akrab disapa Ani.
Sebagian besar WNI tersebut merupakan korban migrasi nonprosedural. Menurut Ani, sekitar 90 persen dari mereka berangkat ke Malaysia tanpa dokumen resmi. Akibatnya, mereka menjadi kelompok rentan yang mudah terjaring razia keimigrasian.
“Kondisi ini sering kali membuat mereka terjebak dalam situasi sulit, termasuk overstay dan tindak pidana perdagangan orang (TPPO),” tambahnya.
Pada Jumat (15/11/2024), tim kesehatan dari Puskesmas Batu 10 Tanjung Pinang memeriksa kondisi fisik WNI yang baru tiba. Pemeriksaan meliputi tes tuberkulosis (TB), HIV, dan penyakit kulit. Temuan utama adalah scabies (kudis), yang dialami oleh sekitar 40 dari 105 WNI.
“Scabies disebabkan oleh tungau yang berkembang biak di kulit. Penyakit ini sering ditemukan di lingkungan dengan sanitasi buruk,” jelas dr. Vicky Desmianti, anggota tim medis.
Selain perawatan fisik, RPTC juga memberikan dukungan psikologis bagi WNI yang menunjukkan tanda-tanda stres atau trauma. Jika diperlukan, psikolog dilibatkan untuk konseling dan penanganan lebih lanjut.
Setelah rehabilitasi, proses pemulangan WNI ke daerah asal dilakukan dengan koordinasi sentra-sentra Kementerian Sosial di seluruh Indonesia. Bagi yang berasal dari Aceh, Medan, Jawa, hingga Nusa Tenggara, tim Kementerian Sosial memastikan setiap individu diantar hingga ke rumah.
Sebelum dipulangkan, data mereka diverifikasi menggunakan Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan dimasukkan ke Sistem Informasi Kesejahteraan Sosial (SIKS). Langkah ini memastikan mereka tercatat dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), sehingga berhak mendapatkan perlindungan sosial dari pemerintah.
“Kami juga melakukan asesmen kewirausahaan untuk membantu mereka membangun usaha kecil di daerah masing-masing,” ujar Ani. Pemerintah menyediakan bantuan modal mulai dari Rp5 juta hingga Rp7 juta sebagai bagian dari program pemberdayaan sosial.
Kasus deportasi 105 WNI ini kembali menjadi pengingat perlunya langkah preventif untuk mencegah migrasi nonprosedural. Ani menegaskan bahwa tata kelola penempatan pekerja migran harus diperkuat dari hulu hingga hilir.
“Salah satu akar masalahnya adalah kurangnya edukasi bagi calon pekerja migran. Banyak yang tergiur tawaran kerja cepat tanpa memahami risikonya,” katanya.
Hingga November 2024, RPTC Tanjung Pinang telah menangani lebih dari 1.091 WNI, termasuk mereka yang baru dideportasi. Mayoritas berasal dari Nusa Tenggara Barat (NTB), Jawa Timur, dan Sumatera Utara.
Pemerintah berharap WNI yang kembali tidak lagi terjebak dalam situasi serupa. Jika ingin bekerja di luar negeri, mereka diimbau untuk mengikuti prosedur resmi agar terlindungi secara hukum dan sosial.
Dengan koordinasi yang terus diperkuat, pemulangan WNI dari Malaysia diharapkan menjadi momentum untuk memperbaiki tata kelola migrasi dan memberikan perlindungan maksimal bagi pekerja migran Indonesia di masa depan.