KabarMalaysia.com – JAKARTA, Kementerian Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (KPPMI) berhasil menggagalkan upaya pengiriman tiga pekerja migran ilegal di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Pada Hari Jumat (22/11/2024).
Ketiga korban, yang seluruhnya perempuan dan berasal dari Sulawesi Utara serta Gorontalo, rencananya akan diberangkatkan ke Phnom Penh, Kamboja, untuk dipekerjakan sebagai “scammer”.
Menteri KPPMI Abdul Kadir Karding menegaskan bahwa kasus ini menjadi pintu masuk untuk mengungkap jaringan pelaku di balik sindikat perdagangan manusia.
“Fokus kami bukan hanya menggagalkan keberangkatan, tetapi juga membongkar jaringan di belakangnya. Pemain besar harus ditemukan dan ditindak tegas,” ujar Karding dalam keterangan resminya pada Sabtu (24/11/2024).
Berdasarkan keterangan tertulis KPPMI, penggagalan ini dilakukan setelah menerima laporan masyarakat. Petugas berhasil mengamankan sejumlah barang bukti, termasuk tiga KTP korban, paspor, serta tiket penerbangan dengan rute Jakarta-Kuala Lumpur dan Kuala Lumpur-Phnom Penh.
Salah satu korban mengungkapkan bahwa sebelum tiba di Jakarta, mereka selalu berpindah-pindah lokasi di bawah arahan calo.
Para korban membuat paspor secara mandiri, namun biaya pembuatan paspor dan akomodasi ditanggung oleh calo yang merupakan bagian dari jaringan perdagangan manusia.
Seluruh proses, termasuk keberangkatan dari daerah asal mereka, dikoordinasikan melalui komunikasi daring.
“Kami diarahkan lewat telepon dan selalu dipindahkan dari satu tempat ke tempat lain agar tidak terdeteksi,” ujar salah satu korban.
Selain kasus di Bandara Soekarno-Hatta, KPPMI mencatat keberhasilan serupa di Denpasar, Bali. Dalam koordinasi dengan Polda Bali, petugas menggagalkan upaya pengiriman lima pekerja migran ilegal asal Nusa Tenggara Timur (NTT) yang hendak diberangkatkan ke Malaysia.
Tidak hanya menggagalkan, petugas juga menangkap salah satu pelaku utama jaringan tersebut.
Menteri Karding menilai bahwa kolaborasi lintas instansi menjadi kunci penting dalam menekan perdagangan manusia. “Sinergi antara KPPMI, aparat penegak hukum, dan masyarakat sangat menentukan keberhasilan dalam mengungkap kasus ini,” katanya.
Rencana penempatan korban di Phnom Penh sebagai “scammer” menambah daftar panjang eksploitasi pekerja migran Indonesia di luar negeri.
Modus seperti ini biasanya memanfaatkan korban untuk bekerja di sektor ilegal, seperti telekomunikasi atau penipuan daring, di bawah tekanan fisik maupun mental.
Pusat Pelayanan dan Pelindungan KPPMI mencatat bahwa banyak pekerja migran ilegal yang berakhir menjadi korban perdagangan manusia karena tergiur iming-iming pekerjaan mudah dengan gaji besar.
Menteri Karding mengimbau masyarakat untuk lebih waspada terhadap tawaran semacam itu.
“Proses penempatan pekerja migran yang legal membutuhkan waktu lebih lama, tapi itu untuk melindungi mereka dari risiko eksploitasi,” tambahnya.
Korban yang telah diselamatkan kini berada di bawah perlindungan KPPMI untuk menjalani rehabilitasi fisik dan psikologis. Kementerian juga memastikan bahwa hak-hak korban, termasuk pemulangan ke daerah asal dan pemberdayaan ekonomi, akan dipenuhi.
Selain itu, KPPMI tengah memperkuat langkah pencegahan dengan sosialisasi tata cara migrasi aman ke berbagai daerah, terutama kawasan yang menjadi kantong pekerja migran seperti NTT, Sulawesi, dan Jawa Timur.
Kasus ini menambah daftar peringatan akan lemahnya pengawasan terhadap migrasi ilegal. Menteri Karding mengingatkan bahwa masih ada celah hukum dan ketidakefektifan sistem pengawasan yang harus segera dibenahi.
“Dengan terbentuknya KPPMI sebagai lembaga khusus di Kabinet Merah Putih, diharapkan tata kelola perlindungan pekerja migran menjadi lebih baik, terintegrasi, dan mampu menjawab tantangan,” tegasnya.
Hingga kini, upaya penegakan hukum terhadap para pelaku jaringan perdagangan manusia terus berjalan. KPPMI berkomitmen menindak tegas pelaku di semua tingkatan, dari calo kecil hingga dalang besar.
Harapannya, perlindungan pekerja migran Indonesia dapat menjadi lebih komprehensif, memastikan mereka bermigrasi dengan aman dan bermartabat.